Minggu, 20 Maret 2016


MAKALAH
HUKUM ISLAM TENTANG WAKAF



 









DISUSUN OLEH :




Firmansyah, S.Pd










DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA
SEKOLAH DASAR NEGERI 120 BERRU
KECAMATAN LILIRILAU KABUPATEN SOPPENG
SULAWESI SELATAN
2013
Makalah
HUKUM ISLAM TENTANG WAKAF



NAMA GURU     : FIRMANSYAH, S.Pd
NIP                       : 19861210 201001 1 019



Disahkan Oleh:          
Pengawas TK/SD Wil. V                                          Kepala SDN. 120 Berru



MUHAMMAD TAHIR, S.Pd                                  HADDA,S.Pd
Nip. 19670603 198808 1 002                                     Nip.19651231 198803 1 136
Mengesahkan,

Kepala UPT Dikmudora
Kec. Lilirilau Kab. Soppeng


H. MAHMUDDIN, S.Pd
     Nip. 19610307 198203 1 012




KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karna berkat limpahan rahmat dan karunia –Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini sesui dengan batas waktu yang ditentukan
Taklupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami, dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, dalam penulisan makalah ini belum sepenuhnya sempurna . maka dari itu dengan segala kerendahan hati, kami mengucapkan pada para pembaca untuk memberikan kritik maupun saran yang bersifat konstruktif demi perbaikan selanjutnya.
Akhir kata, kami mengharapkan semoga makalah ini bermampaat bagi pembaca.
“WASSALAM”

                                                                                                     PENYUSUN

                                                                                                                                                                        FIRMANSYAH














DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………             i
DAFTAR ISI………………………………………………………….                        ii
BAB I . PENDAHULUAN
A.    Latar belakang ………………………...…………………………             1
B.     Rumusan masalah…………………………………………..........              4
BAB II. PEMBAHASAN
A.    Pengertian Wakaf/ Hukum wakaf ……………………………….             1
B.     Syarat dan Rukun Wakaf ………...…………………………….               5
C.     Harta yang di Wakafkan ………………………………………..               7
D.    Pelaksanaan Wakaf di Indonesia……………………………….                11
E.     Mengganti Barang Wakaf
F.      Hikmah dan Manfaat Wakaf ……...…………………………….              13
BAB III. PENUTUP
A.    Kesimpulan……………………………………………………..                15
B.     Saran …………………………………………………..……….                16
        DAFTAR PUSTAKA ……………….………………………………              17








BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Wakaf merupakan salah satu lembaga hukum Islam. Hukum Islam adalah suatu sistim hukum yang mendasarkan pada ajaran agama Islam. Agama Islam merupakan ajaran agama yang sempurna. Mengatur seluruh kehidupan alam seisinya, termasuk mengatur kehidupan manusia. Dalam menjalani kehidupannya manusia dapat memiliki harta, tetapi kepemilikan harta itu tidak mutlak. Harta adalah milik Allah SWT dan dititipkan kepada manusia yang dikehendaki-NYA. Harta yang dimiliki oleh umat Islam sebagian adalah hak dari manusia yang lemah. Oleh karena  itu Islam mengajarkan memberikan sedekah, zakat dan wakaf terhadap harta yang dimiliki untuk kepentingan agama.
Di Indonesia mayoritas penduduknya beragama Islam, sehingga wakaf sudah dikenal sejak lama. Menurut Hazairin wakaf merupakan suatu perbuatan hukum rangkap.
Perkembangan di Indonesia wakaf yang ada mengalami penyimpangan baik peruntukan, maupun pengurusan sehingga banyak menimbulkan sengketa antara ahli waris dari wakif dan  atau ahli waris nadzir. Hal ini mendorong terbentuknya Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977.
Untuk mengetahui lagi tentang masalah wakaf, rukun, syaratnya dan landasan  kami dari kelompok III membahas tuntas dari makalah ini




B.     Rumusan Masalah
        Dari Latar belakang diatas dapat disimpulkan permasalahnnya adalah sbb :
1.      Bagaimana Hukum wakaf mengenai pandangan Islam ?
2.      Bagaimana rukun dan syarat wakaf dalam pandangan Islam ?
3.      Bagaimana bentuk harta yang bisa di wakafkan ?
4.      Bagaimana bentuk pelaksanaan wakaf di Indonesia ?
5.      Bagaimana hikmah dan manfaat wakaf ?














BAB II
PEMBAHASAN
HUKUM ISLAM TENTANG WAKAF
1.  Pengertian dan Hukum Wakaf
Ditinjau dari segi bahasa wakaf berarti menahan. Sedangkan menurut istilah syarak, ialah menahan sesuatu benda yang kekal zatnya, untuk diambil manfaatnya untuk kebaikan dan kemajuan Islam. Menahan suatu benda yang kekal zatnya, artinya tidak dijual dan tidak diberikan serta tidak pula diwariskan, tetapi hanya disedekahkan untuk diambil manfaatnya saja.
Ada beberapa pengertian tentang wakaf antara lain:
Pengertian wakaf menurut mazhab syafi’i dan hambali adalah seseorang menahan hartanya untuk bisa dimanfaatkan di segala bidang kemaslahatan dengan tetap melanggengkan harta tersebut sebagai taqarrub kepada Allah ta’alaa
Pengertian wakaf menurut mazhab hanafi adalah menahan harta-benda sehingga menjadi hukum milik Allah ta’alaa, maka seseorang yang mewakafkan sesuatu berarti ia melepaskan kepemilikan harta tersebut dan memberikannya kepada Allah untuk bisa memberikan manfaatnya kepada manusia secara tetap dan kontinyu, tidak boleh dijual, dihibahkan, ataupun diwariskan
Pengertian wakaf menurut imam Abu Hanafi adalah menahan harta-benda atas kepemilikan orang yang berwakaf dan bershadaqah dari hasilnya atau menyalurkan manfaat dari harta tersebut kepada orang-orang yang dicintainya. Berdasarkan definisi dari Abu Hanifah ini, maka harta tersebut ada dalam pengawasan orang yang berwakaf (wakif) selama ia masih hidup, dan bisa diwariskan kepada ahli warisnya jika ia sudah meninggal baik untuk dijual ayau dihibahkan. Definisi ini berbeda dengan definisi yang dikeluarkan oleh Abu Yusuf dan Muhammad, sahabat Imam Abu Hanifah itu sendiri
Pengertian wakaf menurut mazhab maliki adalah memberikan sesuatu hasil manfaat dari harta, dimana harta pokoknya tetap/lestari atas kepemilikan pemberi manfaat tersebut walaupun sesaat

Pengertian wakaf menurut peraturan pemerintah no. 28 tahun 1977 adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya. Bagi kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam.
Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa wakaf itu termasuk salah satu diantara macam pemberian, akan tetapi hanya boleh diambil manfaatnya, dan bendanya harus tetap utuh. Oleh karena itu, harta yang layak untuk diwakafkan adalah harta yang tidak habis dipakai dan umumnya tidak dapat dipindahkan, mislanya tanah, bangunan dan sejenisnya. Utamanya untuk kepentingan umum, misalnya untuk masjid, mushala, pondok pesantren, panti asuhan, jalan umum, dan sebagainya.
Hukum wakaf sama dengan amal jariyah. Sesuai dengan jenis amalnya maka berwakaf bukan sekedar berderma (sedekah) biasa, tetapi lebih besar pahala dan manfaatnya terhadap orang yang berwakaf. Pahala yang diterima mengalir terus menerus selama barang atau benda yang diwakafkan itu masih berguna dan bermanfaat. Hukum wakaf adalah sunah. Ditegaskan dalam hadits:
اِذَا مَاتَ ابْنَ ادَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يَنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدِ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ (رواه مسلم)
Artinya: “Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah (yang mengalir terus), ilmu yang dimanfaatkan, atu anak shaleh yang mendoakannya.” (HR Muslim)
Harta yang diwakafkan tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Akan tetapi, harta wakaf tersebut harus secara terus menerus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum sebagaimana maksud orang yang mewakafkan. Hadits Nabi yang artinya: “Sesungguhnya Umar telah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar. Umar bertanya kepada Rasulullah SAW; Wahai Rasulullah apakah perintahmu kepadaku sehubungan dengan tanah tersebut? Beliau menjawab: Jika engkau suka tahanlah tanah itu dan sedekahkan manfaatnya! Maka dengan petunjuk beliau itu, Umar menyedekahkan tanahnya dengan perjanjian tidak akan dijual tanahnya, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan.” (HR Bukhari dan Muslim)\

  1. Syarat dan Rukun Wakaf
Wakaf yang dilakukan oleh seseorang harus memenuhi rukun dan syaratnya wakaf. Rukun adalah sesuatu yang wajib ada akan adanya wakaf. Apabila tidak ada salah satu dari rukun maka wakaf tidak akan pernah ada. Keberadaan rukun bersifat kumulatif artinya tidak ada salah satu dari rukun berakibat wakaf tidak sah.
Rukun wakaf ada empat, yaitu :
1.      Ada orang yang berwakaf (wakif).
2.      Ada sesuatu atau harta yang akan diwakafkan (mauquf).
3.      Ada tempat kemana diwakafkan harta itu (al mauquf alaihi).
4.      Ada aqad sebagai pernyataan timbang terima harta wakaf itu dari tangan si
      wakif  kepada orang atau tempat berwakaf.
Sedangkan syarat wakaf adalah :
1.      wakaf itu mesti berkekalan dan terus menerus, artinya tidak boleh dibatasi dengan sesuatu jangka waktu.
2.      wakaf itu mesti dilakukan secara tunai, karena berwakaf berarti memindahkan hak milik pada waktu terjadi wakaf itu.
3.      hendaklah wakaf itu disebutkan dengan terang kepada siapa diwakafkan.[1]
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa untuk dapat dikatakan telah ada perwakafan maka harus dipenuhinya empat rukun secara kumulatif yaitu adanya wakif, nadzir, obyek wakaf (harta) dan akad wakaf. Sedangkan untuk syarat adanya wakaf yaitu wakaf harus dilakukan selama-lamanya, secara tunai dan terang
Seorang yang akan berwakaf  haruslah atas kehendaknya sendiri dan benar-benar merupakan niatnya untuk melakukan ibadah atas nama Allah atau hanya mengharap keridhoan Allah semata. Atas setiap manusia yang menafkahkan sebagian rezeki yang dikaruniakan Allah  untuk kebaikan , maka Allah berjanji akan membalas perbuatan itu berlipat-lipat.
3.  Harta yang Diwakafkan
Wakaf meskipun tergolong pemberian sunah, namun tidak bisa dikatakan sebagai sedekah biasa. Sebab harta yang diserahkan haruslah harta yang tidak habis dipakai, tapi bermanfaat secara terus menerus dan tidak boleh pula dimiliki secara perseorangan sebagai hak milik penuh. Oleh karena itu, harta yang diwakafkan harus berwujud barang yang tahan lama dan bermanfaat untuk orang banyak, misalnya:
  1. sebidang tanah
  2. pepohonan untuk diambil manfaat atau hasilnya
  3. bangunan masjid, madrasah, atau jembatan
Dalam Islam, pemberian semacam ini termasuk sedekah jariyah atau amal jariyah, yaitu sedekah yang pahalanya akan terus menerus mengalir kepada orang yang bersedekah. Bahkan setelah meninggal sekalipun, selama harta yang diwakafkan itu tetap bermanfaat. Hadits nabi SAW:
اِذَا مَاتَ ابْنَ ادَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يَنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدِ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ (رواه مسلم)
Artinya: “Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah (yang mengalir terus), ilmu yang dimanfaatkan, atu anak shaleh yang mendoakannya.” (HR Muslim)
Berkembangnya agama Islam seperti yang kita lihatsekarang ini diantaranya adalah karena hasil wakaf dari kaum muslimin. Bangunan-bangunan masjid, mushala (surau), madrasah, pondok pesantren, panti asuhan dan sebaginya hampir semuanya berdiri diatas tanah wakaf. Bahkan banyak pula lembaga-lembaga pendidikan Islam, majelis taklim, madrasah, dan pondok-pondok pesantren yang kegiatan operasionalnya dibiayai dari hasil tanah wakaf.

Karena itulah, maka Islam sangat menganjurkan bagi orang-orang yang kaya agar mau mewariskan sebagian harta atau tanahnya guna kepentingan Islam. Hal ini dilakukan atas persetujuan bersama serta atas pertimbangan kemaslahatan umat dan dana yang lebih bermanfaat bagi perkembangan umat.

4. Pelaksanaan Wakaf di Indonesia
Landasan
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik
Peraturan Menteri dalam Negeri No. 6 Tahun 1977 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah mengenai Perwakafan Tanah Milik
Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1978 Tentang Peraturan Pelasanaan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik
Peraturan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam No. Kep/P/75/1978 tentang Formulir dan Pedoman Peraturan-Peraturan tentang Perwakafan Tanah Milik
Tata Cara Perwakafan Tanah Milik
Calon wakif dari pihak yang hendak mewakafkan tanah miliknya harus datang dihadapan Pejabat Pembantu Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk melaksanakan ikrar wakaf.
Untuk mewakafkan tanah miliknya, calon wakif harus mengikrarkan secara lisan, jelas dan tegas kepada nadir yang telah disyahkan dihadapan PPAIW yang mewilayahi tanah wakaf. Pengikraran tersebut harus dihadiri saksi-saksi dan menuangkannya dalam bentuk tertulis atau surat
Calon wakif yang tidak dapat datang di hadapan PPAIW membuat ikrar wakaf secara tertulis dengan persetujuan Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya yang mewilayahi tanah wakaf. Ikrar ini dibacakan kepada nadir dihadapan PPAIW yang mewilayahi tanah wakaf serta diketahui saksi
Tanah yang diwakafkan baik sebagian atau seluruhnya harus merupakan tanah milik. Tanah yang diwakafkan harus bebas dari bahan ikatan, jaminan, sitaan atau sengketa
ikrar wakaf sekurang-kurangnya dua orang yang telah dewasa, dan sehat akalnya. Segera setelah ikrar wakaf, PPAIW membuat Ata Ikrar Wakaf Tanah
Surat yang Harus Dibawa dan Diserahkan oleh Wakif kepada PPAIW sebelum Pelaksananaan Ikrar Wakaf
Calon wakif harus membawa serta dan menyerahkan kepada PPAIW surat-surat berikut.
  1. <sertifikat hak milik atau sertifikat sementara pemilikan tanah (model E)
  2. Surat Keterangan Kepala Desa yang diperkuat oleh camat setempat yang menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan tidak tersangkut suatu perkara dan dapat diwakafkan
  3. Izin dari Bupati atau Walikota c.q. Kepala Subdit Agraria Setempat
Hak dan Kewajiban Nadir
Nadir adalah kelompok atau bandan hukum Indonesia yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf
Hak Nadir
  1. Nadir berhak menerima penghasilan dari hasil tanah wakaf yang biasanya ditentukan oleh Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya. Dengan ketentuan tidak melebihi dari 10 % ari hasil bersih tanah wakaf
  2. Nadir dalam menunaikan tugasnya dapat menggunakan fasilitas yang jenis dan jumlahnya ditetapkan oleh Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya.
Kewajiban Nadir
Kewajiban nadir adalah mengurus dan mengawasi harta kekayaan wakaf dan hasilnya, antara lain:
  1. menyimpan dengan baik lembar kedua salinan Akta Ikrar Wakaf
  2. memelihara dan memanfaatkan tanah wakaf serta berusaha meningkatkan hasilnya
  3. menggunakan hasil wakaf sesuai dengan ikrar wakafnya.
5.  Mengganti Barang Wakaf
Prinsip-prinsip wakaf diatas adalah pemilikan terhadap manfaat suatu barang. Barang asalnya tetap, tidak boleh diberikan, dijual atau dibagikan. Barang yang diwakafkan tidak boleh diganti atau dijual. Persoalannya akan jadi lain jika barang wakaf itu sudah tidak dapat dimanfaatkan, kecuali dengan memperhitungkan harga atau nilai jual setelah barang tersebut dijual. Artinya, hasil jualnya dibelikan gantinya. Dalam keadaan demikian , mengganti barang wakaf dibolehkan. Sebab dengan cara demikian, barang yang sudah rusak tadi tetap dapat dimanfaatkan dan tujuan wakaf semula tetap dapat diteruskan, yaitu memanfaatkan barang yang diwakafkan tadi.
Sayyidina Umar r.a. pernah memindahkan masjid wakah di Kuffah ke tempat lain menjadi masjid yang baru dan lokasi bekas masjid yang lama dijadikan pasar. Masjid yang baru tetap dapat dimanfaatkan. Juga Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa tujuan pokok wakaf adalah kemaslahatan. Maka mengganti barang wakaf tanpa menghilangkan tujuannya tetap dapat dibenarkan menurut inti dan tujuan hukumnya.
Pengaturan Wakaf
Tujuan wakaf dapat tercapai dengan baik, apabila faktor-faktor pendukungnya ada dan berjalan. Misalnya nadir atau pemelihara barang wakaf. Wakaf yang diserahkan kepada badan hukum biasanya tidak mengalami kesulitan. Karena mekanisme kerja, susunan personalia, dan program kerja telah disiapkan secara matang oleh yayasan penanggung jawabnya.
Pengaturan wakaf ini sudah barang tentu berbeda-beda antara masing-masing orang yang mewakafkannya meskipun tujuan utamanya sama, yaitu demi kemaslahatan umum. Penyerahan wakaf secara tertulis diatas materai atau denagn akta notaris adalah cara yang terbaik pengaturan wakaf. Dengan cara demikian, kemungkinan penyimpangan dan penyelewengan dari tujuan wakaf semula mudah dikontrol dan diselesaikan. Apalagi jika wakaf itu diterima dan dikelola oleh yayasan-yayasan yang telah bonafide dan profesional, kemungkinan penyelewengan akan lebih kecil.


6.   Hikmah dan Manfaat Wakaf
Hikmah wakaf adalah sebagai berikut:
1.      Melaksanakan perintah Allah SWT untuk selalu berbuat baik. Firman Allah SWT:
Ddialam Al-Qur’an surat Al Hajj ayat 77
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS Al Hajj : 77)
2.    Memanfaatkan harta atau barang tempo yang tidak terbatas
Kepentingan diri sendiri sebagai pahala sedekah jariah dan untuk kepentingan masyarakat Islam sebagai upaya dan tanggung jawab kaum muslimin. Mengenai hal ini, rasulullad SAW bersabda dalam salah satu haditsnya:
مَنْ لاَ يَهْتَمَّ بِاَمْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ مْنِّى (الحديث)
Artinya: “Barangsiap yang tidak memperhatikan urusan dan kepentingan kaum muslimin maka tidaklah ia dari golonganku.” (Al Hadits)
3.   Mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi
Wakaf biasanya diberikan kepada badan hukum yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan. Hal ini sesuai dengan kaidah usul fiqih berikut ini.
مَصَالِحِ الْعَامِّ مُقَدَّمُ عَلى مَصَالِحِ الْجَاصِّ
Artinya: “Kemaslahatan umum harus didahulukan daripada kemaslahatan yang khusus.


Adapun manfaat wakaf bagi orang yang menerima atau masyarakat adalah:
    1. dapat menghilangkan kebodohan
    2. dapat menghilangkan atau mengurangi kemiskinan
    3. dapat menghilangkan atau mengurangi kesenjangan sosial
    4. dapat memajukan atau menyejahterakan umat



























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pengertian wakaf menurut mazhab syafi’i dan hambali adalah seseorang menahan hartanya untuk bisa dimanfaatkan di segala bidang kemaslahatan dengan tetap melanggengkan harta tersebut sebagai taqarrub kepada Allah ta’alaa
Rukun wakaf ada empat, yaitu :
·         Ada orang yang berwakaf (wakif).
·         Ada sesuatu atau harta yang akan diwakafkan (mauquf).
·         Ada tempat kemana diwakafkan harta itu (al mauquf alaihi).
·         Ada aqad sebagai pernyataan timbang terima harta wakaf itu dari tangan si
      wakif  kepada orang atau tempat berwakaf.
Sedangkan syarat wakaf adalah :
4.      wakaf itu mesti berkekalan dan terus menerus, artinya tidak boleh dibatasi dengan sesuatu jangka waktu.
5.      wakaf itu mesti dilakukan secara tunai, karena berwakaf berarti memindahkan hak milik pada waktu terjadi wakaf itu.
6.      hendaklah wakaf itu disebutkan dengan terang kepada siapa diwakafkan.[2]
Adapun manfaat wakaf bagi orang yang menerima atau masyarakat adalah:
    1. dapat menghilangkan kebodohan
    2. dapat menghilangkan atau mengurangi kemiskinan
    3. dapat menghilangkan atau mengurangi kesenjangan sosial
    4. dapat memajukan atau menyejahterakan umat
B.     Saran
Penulis mengharapkan saran dan kritikan dari rekan-rekan guru yang bersifat membangun . Semoga makalah ini dapat dijadikan acuan dalam pengembang dunia pendidikan Wassalam



DAFTAR PUSTAKA

Bustaman Ismail. 2008. Hukum Islam Tentang Wakaf, Infaq, dan Haji. Geoogle

Abdurrahman, 1990, Masalah perwakafan tanah milik dan kedudukan tanah wakaf di negara kita, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Adijani al-Alabij,1992, Perwakafan Tanah di Indonesia dalam teori dan praktek, Rajawali Pers, Jakarta.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar