MAKALAH
HUKUM
ISLAM TENTANG WAKAF
![]() |
DISUSUN OLEH :
Firmansyah, S.Pd
DINAS PENDIDIKAN
PEMUDA DAN OLAHRAGA
SEKOLAH DASAR
NEGERI 120 BERRU
KECAMATAN
LILIRILAU KABUPATEN SOPPENG
SULAWESI SELATAN
2013
Makalah
HUKUM ISLAM TENTANG WAKAF
NAMA GURU : FIRMANSYAH, S.Pd
NIP : 19861210
201001 1 019
Disahkan Oleh:
Pengawas TK/SD Wil. V Kepala SDN. 120 Berru
MUHAMMAD TAHIR, S.Pd HADDA,S.Pd
Nip. 19670603 198808 1 002 Nip.19651231 198803 1 136
Mengesahkan,
Kepala
UPT Dikmudora
Kec.
Lilirilau Kab. Soppeng
H. MAHMUDDIN, S.Pd
Nip. 19610307 198203 1 012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT karna berkat limpahan rahmat dan karunia –Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini sesui dengan batas waktu yang ditentukan
Taklupa kami mengucapkan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami, dalam menyelesaikan
makalah ini.
Kami menyadari, dalam penulisan
makalah ini belum sepenuhnya sempurna . maka dari itu dengan segala kerendahan
hati, kami mengucapkan pada para pembaca untuk memberikan kritik maupun saran
yang bersifat konstruktif demi perbaikan selanjutnya.
Akhir kata, kami mengharapkan semoga
makalah ini bermampaat bagi pembaca.
“WASSALAM”
PENYUSUN
FIRMANSYAH
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………… i
DAFTAR ISI…………………………………………………………. ii
BAB I . PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang ………………………...………………………… 1
B.
Rumusan
masalah………………………………………….......... 4
BAB II. PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Wakaf/ Hukum wakaf ………………………………. 1
B.
Syarat
dan Rukun Wakaf ………...……………………………. 5
C.
Harta
yang di Wakafkan ……………………………………….. 7
D.
Pelaksanaan
Wakaf di Indonesia………………………………. 11
E.
Mengganti
Barang Wakaf
F.
Hikmah
dan Manfaat Wakaf ……...……………………………. 13
BAB III. PENUTUP
A.
Kesimpulan…………………………………………………….. 15
B.
Saran
…………………………………………………..………. 16
DAFTAR PUSTAKA ……………….……………………………… 17
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Wakaf merupakan salah satu lembaga hukum
Islam. Hukum Islam adalah suatu sistim hukum yang mendasarkan pada ajaran agama
Islam. Agama Islam merupakan ajaran agama yang sempurna. Mengatur seluruh
kehidupan alam seisinya, termasuk mengatur kehidupan manusia. Dalam menjalani
kehidupannya manusia dapat memiliki harta, tetapi kepemilikan harta itu tidak
mutlak. Harta adalah milik Allah SWT dan dititipkan kepada manusia yang
dikehendaki-NYA. Harta yang dimiliki oleh umat Islam sebagian adalah hak dari
manusia yang lemah. Oleh karena itu
Islam mengajarkan memberikan sedekah, zakat dan wakaf terhadap harta yang
dimiliki untuk kepentingan agama.
Di Indonesia mayoritas penduduknya
beragama Islam, sehingga wakaf sudah dikenal sejak lama. Menurut Hazairin wakaf
merupakan suatu perbuatan hukum rangkap.
Perkembangan di Indonesia wakaf yang
ada mengalami penyimpangan baik peruntukan, maupun pengurusan sehingga banyak
menimbulkan sengketa antara ahli waris dari wakif dan atau ahli waris nadzir. Hal ini mendorong
terbentuknya Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977.
Untuk mengetahui lagi tentang masalah
wakaf, rukun, syaratnya dan landasan
kami dari kelompok III membahas tuntas dari makalah ini
B.
Rumusan
Masalah
Dari Latar belakang diatas dapat
disimpulkan permasalahnnya adalah sbb :
1.
Bagaimana
Hukum wakaf mengenai pandangan Islam ?
2.
Bagaimana
rukun dan syarat wakaf dalam pandangan Islam ?
3.
Bagaimana
bentuk harta yang bisa di wakafkan ?
4.
Bagaimana
bentuk pelaksanaan wakaf di Indonesia
?
5.
Bagaimana
hikmah dan manfaat wakaf ?
BAB II
PEMBAHASAN
HUKUM ISLAM TENTANG WAKAF
1. Pengertian
dan Hukum Wakaf
Ditinjau dari segi bahasa wakaf
berarti menahan. Sedangkan menurut istilah syarak, ialah menahan sesuatu benda
yang kekal zatnya, untuk diambil manfaatnya untuk kebaikan dan kemajuan Islam.
Menahan suatu benda yang kekal zatnya, artinya tidak dijual dan tidak diberikan
serta tidak pula diwariskan, tetapi hanya disedekahkan untuk diambil manfaatnya
saja.
Ada beberapa pengertian tentang
wakaf antara lain:
Pengertian wakaf menurut mazhab
syafi’i dan hambali adalah seseorang menahan hartanya untuk bisa dimanfaatkan di segala bidang
kemaslahatan dengan tetap melanggengkan harta tersebut sebagai taqarrub kepada
Allah ta’alaa
Pengertian wakaf menurut mazhab
hanafi adalah menahan
harta-benda sehingga menjadi hukum milik Allah ta’alaa, maka seseorang yang
mewakafkan sesuatu berarti ia melepaskan kepemilikan harta tersebut dan
memberikannya kepada Allah untuk bisa memberikan manfaatnya kepada manusia
secara tetap dan kontinyu, tidak boleh dijual, dihibahkan, ataupun diwariskan
Pengertian wakaf menurut imam Abu
Hanafi adalah menahan harta-benda atas kepemilikan orang yang berwakaf dan
bershadaqah dari hasilnya atau menyalurkan manfaat dari harta tersebut kepada
orang-orang yang dicintainya. Berdasarkan definisi dari Abu Hanifah ini, maka
harta tersebut ada dalam pengawasan orang yang berwakaf (wakif) selama ia masih
hidup, dan bisa diwariskan kepada ahli warisnya jika ia sudah meninggal baik
untuk dijual ayau dihibahkan. Definisi ini berbeda dengan definisi yang dikeluarkan
oleh Abu Yusuf dan Muhammad, sahabat Imam Abu Hanifah itu sendiri
Pengertian wakaf menurut mazhab
maliki adalah memberikan
sesuatu hasil manfaat dari harta, dimana harta pokoknya tetap/lestari atas
kepemilikan pemberi manfaat tersebut walaupun sesaat
Pengertian wakaf menurut peraturan
pemerintah no. 28 tahun 1977 adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum
yang memisahkan sebagian harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan
melembagakannya untuk selama-lamanya. Bagi kepentingan peribadatan atau
keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam.
Dari definisi tersebut dapat
diambil kesimpulan bahwa wakaf itu termasuk salah satu diantara macam
pemberian, akan tetapi hanya boleh diambil manfaatnya, dan bendanya harus tetap
utuh. Oleh karena itu, harta yang layak untuk diwakafkan adalah harta yang
tidak habis dipakai dan umumnya tidak dapat dipindahkan, mislanya tanah,
bangunan dan sejenisnya. Utamanya untuk kepentingan umum, misalnya untuk
masjid, mushala, pondok pesantren, panti asuhan, jalan umum, dan sebagainya.
Hukum wakaf sama dengan amal
jariyah. Sesuai dengan jenis amalnya maka berwakaf bukan sekedar berderma
(sedekah) biasa, tetapi lebih besar pahala dan manfaatnya terhadap orang yang
berwakaf. Pahala yang diterima mengalir terus menerus selama barang atau benda
yang diwakafkan itu masih berguna dan bermanfaat. Hukum wakaf adalah sunah.
Ditegaskan dalam hadits:
اِذَا مَاتَ ابْنَ ادَمَ اِنْقَطَعَ
عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يَنْتَفَعُ بِهِ
اَوْ وَلَدِ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ (رواه مسلم)
Artinya: “Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah
semua amalnya, kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah (yang mengalir
terus), ilmu yang dimanfaatkan, atu anak shaleh yang mendoakannya.” (HR Muslim)
Harta yang diwakafkan tidak boleh
dijual, dihibahkan atau diwariskan. Akan tetapi, harta wakaf tersebut harus
secara terus menerus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum sebagaimana
maksud orang yang mewakafkan. Hadits Nabi yang artinya: “Sesungguhnya Umar telah mendapatkan sebidang tanah
di Khaibar. Umar bertanya kepada Rasulullah SAW; Wahai Rasulullah apakah
perintahmu kepadaku sehubungan dengan tanah tersebut? Beliau menjawab: Jika
engkau suka tahanlah tanah itu dan sedekahkan manfaatnya! Maka dengan petunjuk
beliau itu, Umar menyedekahkan tanahnya dengan perjanjian tidak akan dijual
tanahnya, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan.” (HR Bukhari dan Muslim)\
- Syarat dan Rukun Wakaf
Wakaf yang dilakukan oleh seseorang
harus memenuhi rukun dan syaratnya wakaf. Rukun adalah sesuatu yang wajib ada
akan adanya wakaf. Apabila tidak ada salah satu dari rukun maka wakaf tidak
akan pernah ada. Keberadaan rukun bersifat kumulatif artinya tidak ada salah
satu dari rukun berakibat wakaf tidak sah.
Rukun wakaf ada empat, yaitu :
1.
Ada
orang yang berwakaf (wakif).
2.
Ada
sesuatu atau harta yang akan diwakafkan (mauquf).
3.
Ada
tempat kemana diwakafkan harta itu (al mauquf alaihi).
4.
Ada
aqad sebagai pernyataan timbang terima harta wakaf itu dari tangan si
wakif kepada orang atau tempat berwakaf.
Sedangkan syarat wakaf adalah :
1.
wakaf itu
mesti berkekalan dan terus menerus, artinya tidak boleh dibatasi dengan sesuatu
jangka waktu.
2.
wakaf itu
mesti dilakukan secara tunai, karena berwakaf berarti memindahkan hak milik
pada waktu terjadi wakaf itu.
3.
hendaklah
wakaf itu disebutkan dengan terang kepada siapa diwakafkan.[1]
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa
untuk dapat dikatakan telah ada perwakafan maka harus dipenuhinya empat rukun
secara kumulatif yaitu adanya wakif, nadzir, obyek wakaf (harta) dan akad
wakaf. Sedangkan untuk syarat adanya wakaf yaitu wakaf harus dilakukan
selama-lamanya, secara tunai dan terang
Seorang yang akan berwakaf haruslah atas kehendaknya sendiri dan
benar-benar merupakan niatnya untuk melakukan ibadah atas nama Allah atau hanya
mengharap keridhoan Allah semata. Atas setiap manusia yang menafkahkan sebagian
rezeki yang dikaruniakan Allah untuk
kebaikan , maka Allah berjanji akan membalas perbuatan itu berlipat-lipat.
3. Harta
yang Diwakafkan
Wakaf meskipun tergolong pemberian
sunah, namun tidak bisa dikatakan sebagai sedekah biasa. Sebab harta yang
diserahkan haruslah harta yang tidak habis dipakai, tapi bermanfaat secara
terus menerus dan tidak boleh pula dimiliki secara perseorangan sebagai hak
milik penuh. Oleh karena itu, harta yang diwakafkan harus berwujud barang yang
tahan lama dan bermanfaat untuk orang banyak, misalnya:
- sebidang tanah
- pepohonan untuk diambil
manfaat atau hasilnya
- bangunan masjid, madrasah,
atau jembatan
Dalam Islam, pemberian semacam ini
termasuk sedekah jariyah atau amal jariyah, yaitu sedekah yang pahalanya akan
terus menerus mengalir kepada orang yang bersedekah. Bahkan setelah meninggal
sekalipun, selama harta yang diwakafkan itu tetap bermanfaat. Hadits nabi SAW:
اِذَا مَاتَ ابْنَ ادَمَ اِنْقَطَعَ
عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يَنْتَفَعُ بِهِ
اَوْ وَلَدِ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ (رواه مسلم)
Artinya: “Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah
semua amalnya, kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah (yang mengalir
terus), ilmu yang dimanfaatkan, atu anak shaleh yang mendoakannya.” (HR Muslim)
Berkembangnya agama Islam seperti
yang kita lihatsekarang ini diantaranya adalah karena hasil wakaf dari kaum
muslimin. Bangunan-bangunan masjid, mushala (surau), madrasah, pondok
pesantren, panti asuhan dan sebaginya hampir semuanya berdiri diatas tanah
wakaf. Bahkan banyak pula lembaga-lembaga pendidikan Islam, majelis taklim,
madrasah, dan pondok-pondok pesantren yang kegiatan operasionalnya dibiayai
dari hasil tanah wakaf.
Karena itulah, maka Islam sangat
menganjurkan bagi orang-orang yang kaya agar mau mewariskan sebagian harta atau
tanahnya guna kepentingan Islam. Hal ini dilakukan atas persetujuan bersama
serta atas pertimbangan kemaslahatan umat dan dana yang lebih bermanfaat bagi
perkembangan umat.
4. Pelaksanaan Wakaf di Indonesia
Landasan
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang
Perwakafan Tanah Milik
Peraturan Menteri dalam Negeri No. 6 Tahun 1977
tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah mengenai Perwakafan Tanah Milik
Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1978 Tentang
Peraturan Pelasanaan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan
Tanah Milik
Peraturan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat
Islam No. Kep/P/75/1978 tentang Formulir dan Pedoman Peraturan-Peraturan
tentang Perwakafan Tanah Milik
Tata Cara Perwakafan Tanah Milik
Calon wakif dari pihak yang hendak mewakafkan
tanah miliknya harus datang dihadapan Pejabat Pembantu Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)
untuk melaksanakan ikrar wakaf.
Untuk mewakafkan tanah miliknya,
calon wakif harus mengikrarkan secara lisan, jelas dan tegas kepada nadir yang
telah disyahkan dihadapan PPAIW yang mewilayahi tanah wakaf. Pengikraran
tersebut harus dihadiri saksi-saksi dan menuangkannya dalam bentuk tertulis
atau surat
Calon wakif yang tidak dapat
datang di hadapan PPAIW membuat ikrar wakaf secara tertulis dengan persetujuan
Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya yang mewilayahi tanah
wakaf. Ikrar ini dibacakan kepada nadir dihadapan PPAIW yang mewilayahi tanah
wakaf serta diketahui saksi
Tanah yang diwakafkan baik
sebagian atau seluruhnya harus merupakan tanah milik. Tanah yang diwakafkan
harus bebas dari bahan ikatan, jaminan, sitaan atau sengketa
ikrar wakaf sekurang-kurangnya dua
orang yang telah dewasa, dan sehat akalnya. Segera setelah ikrar wakaf, PPAIW
membuat Ata Ikrar Wakaf Tanah
Surat yang Harus Dibawa dan Diserahkan oleh Wakif
kepada PPAIW sebelum Pelaksananaan Ikrar Wakaf
Calon wakif harus membawa serta dan menyerahkan
kepada PPAIW surat-surat berikut.
- <sertifikat hak milik atau sertifikat
sementara pemilikan tanah (model E)
- Surat Keterangan Kepala Desa
yang diperkuat oleh camat setempat yang menerangkan kebenaran pemilikan
tanah dan tidak tersangkut suatu perkara dan dapat diwakafkan
- Izin dari Bupati atau
Walikota c.q. Kepala Subdit Agraria Setempat
Hak dan Kewajiban Nadir
Nadir adalah kelompok atau bandan
hukum Indonesia yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf
Hak Nadir
- Nadir berhak menerima
penghasilan dari hasil tanah wakaf yang biasanya ditentukan oleh Kepala
Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya. Dengan ketentuan tidak
melebihi dari 10 % ari hasil bersih tanah wakaf
- Nadir dalam menunaikan
tugasnya dapat menggunakan fasilitas yang jenis dan jumlahnya ditetapkan
oleh Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya.
Kewajiban Nadir
Kewajiban nadir adalah mengurus dan mengawasi
harta kekayaan wakaf dan hasilnya, antara lain:
- menyimpan dengan baik lembar
kedua salinan Akta Ikrar Wakaf
- memelihara dan memanfaatkan
tanah wakaf serta berusaha meningkatkan hasilnya
- menggunakan hasil wakaf
sesuai dengan ikrar wakafnya.
5. Mengganti
Barang Wakaf
Prinsip-prinsip wakaf diatas
adalah pemilikan terhadap manfaat suatu barang. Barang asalnya tetap, tidak
boleh diberikan, dijual atau dibagikan. Barang yang diwakafkan tidak boleh
diganti atau dijual. Persoalannya akan jadi lain jika barang wakaf itu sudah
tidak dapat dimanfaatkan, kecuali dengan memperhitungkan harga atau nilai jual
setelah barang tersebut dijual. Artinya, hasil jualnya dibelikan gantinya.
Dalam keadaan demikian , mengganti barang wakaf dibolehkan. Sebab dengan cara
demikian, barang yang sudah rusak tadi tetap dapat dimanfaatkan dan tujuan
wakaf semula tetap dapat diteruskan, yaitu memanfaatkan barang yang diwakafkan
tadi.
Sayyidina Umar r.a. pernah
memindahkan masjid wakah di Kuffah ke tempat lain menjadi masjid yang baru dan
lokasi bekas masjid yang lama dijadikan pasar. Masjid yang baru tetap dapat
dimanfaatkan. Juga Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa tujuan pokok wakaf adalah
kemaslahatan. Maka mengganti barang wakaf tanpa menghilangkan tujuannya tetap
dapat dibenarkan menurut inti dan tujuan hukumnya.
Pengaturan Wakaf
Tujuan wakaf dapat tercapai dengan
baik, apabila faktor-faktor pendukungnya ada dan berjalan. Misalnya nadir atau
pemelihara barang wakaf. Wakaf yang diserahkan kepada badan hukum biasanya
tidak mengalami kesulitan. Karena mekanisme kerja, susunan personalia, dan
program kerja telah disiapkan secara matang oleh yayasan penanggung jawabnya.
Pengaturan wakaf ini sudah barang
tentu berbeda-beda antara masing-masing orang yang mewakafkannya meskipun tujuan
utamanya sama, yaitu demi kemaslahatan umum. Penyerahan wakaf secara tertulis
diatas materai atau denagn akta notaris adalah cara yang terbaik pengaturan
wakaf. Dengan cara demikian, kemungkinan penyimpangan dan penyelewengan dari
tujuan wakaf semula mudah dikontrol dan diselesaikan. Apalagi jika wakaf itu
diterima dan dikelola oleh yayasan-yayasan yang telah bonafide dan profesional,
kemungkinan penyelewengan akan lebih kecil.
6. Hikmah dan
Manfaat Wakaf
Hikmah wakaf adalah sebagai
berikut:
1.
Melaksanakan perintah Allah SWT untuk selalu
berbuat baik. Firman Allah SWT:
Ddialam Al-Qur’an surat
Al Hajj ayat 77
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu,
sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat
kemenangan.” (QS
Al Hajj : 77)
2. Memanfaatkan harta atau barang
tempo yang tidak terbatas
Kepentingan diri sendiri sebagai
pahala sedekah jariah dan untuk kepentingan masyarakat Islam sebagai upaya dan
tanggung jawab kaum muslimin. Mengenai hal ini, rasulullad SAW bersabda dalam
salah satu haditsnya:
مَنْ لاَ
يَهْتَمَّ بِاَمْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ مْنِّى (الحديث)
Artinya: “Barangsiap yang tidak memperhatikan urusan dan
kepentingan kaum muslimin maka tidaklah ia dari golonganku.” (Al Hadits)
3. Mengutamakan kepentingan umum daripada
kepentingan pribadi
Wakaf biasanya diberikan kepada
badan hukum yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan. Hal ini sesuai
dengan kaidah usul fiqih berikut ini.
مَصَالِحِ
الْعَامِّ مُقَدَّمُ عَلى مَصَالِحِ الْجَاصِّ
Artinya: “Kemaslahatan umum harus didahulukan daripada
kemaslahatan yang khusus.”
Adapun manfaat wakaf bagi orang
yang menerima atau masyarakat adalah:
- dapat menghilangkan
kebodohan
- dapat menghilangkan atau
mengurangi kemiskinan
- dapat menghilangkan atau mengurangi
kesenjangan sosial
- dapat memajukan atau
menyejahterakan umat
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian wakaf menurut mazhab
syafi’i dan hambali adalah seseorang menahan hartanya untuk bisa dimanfaatkan di segala bidang
kemaslahatan dengan tetap melanggengkan harta tersebut sebagai taqarrub kepada
Allah ta’alaa
Rukun wakaf ada empat, yaitu :
·
Ada
orang yang berwakaf (wakif).
·
Ada
sesuatu atau harta yang akan diwakafkan (mauquf).
·
Ada
tempat kemana diwakafkan harta itu (al mauquf alaihi).
·
Ada
aqad sebagai pernyataan timbang terima harta wakaf itu dari tangan si
wakif kepada orang atau tempat berwakaf.
Sedangkan syarat wakaf adalah :
4.
wakaf itu
mesti berkekalan dan terus menerus, artinya tidak boleh dibatasi dengan sesuatu
jangka waktu.
5.
wakaf itu
mesti dilakukan secara tunai, karena berwakaf berarti memindahkan hak milik
pada waktu terjadi wakaf itu.
6.
hendaklah
wakaf itu disebutkan dengan terang kepada siapa diwakafkan.[2]
Adapun manfaat wakaf bagi orang
yang menerima atau masyarakat adalah:
- dapat menghilangkan
kebodohan
- dapat menghilangkan atau
mengurangi kemiskinan
- dapat menghilangkan atau
mengurangi kesenjangan sosial
- dapat memajukan atau menyejahterakan
umat
B. Saran
Penulis mengharapkan saran dan kritikan dari rekan-rekan guru yang bersifat
membangun . Semoga makalah ini dapat dijadikan acuan dalam pengembang dunia
pendidikan Wassalam
DAFTAR PUSTAKA
Bustaman Ismail.
2008. Hukum Islam Tentang Wakaf, Infaq,
dan Haji. Geoogle
Abdurrahman, 1990, Masalah perwakafan
tanah milik dan kedudukan tanah wakaf di negara kita, Citra Aditya Bakti, Bandung .
Adijani al-Alabij,1992, Perwakafan Tanah
di Indonesia dalam teori dan praktek, Rajawali Pers, Jakarta .

Tidak ada komentar:
Posting Komentar